Day 3, Nusa laut – Saparua –
Seram
Masalah.. masalah.. hari ini
hari minggu di desa ini hari minggu jadi hari ibadah untuk masyarakat di sini,
Lonceng Gereja tepat jam 9 Pagi berbunyi tanda ibadah minggu telah dimulai
sementara kami masih dirumah dan masih ragu2 mau pergi ke gereja atau tidak karena
gak bawa baju untuk ke gereja namun akhirnya kami memutuskan untuk pergi
kegereja dengan baju yang ada, walaupun sudah terlambat #tepokjidat kebiasaan ngaret dijakarta. Di
desa ini, hari minggu semua keluarga beribadah gak ada yang terkecuali tua,
muda, anak-anak harus turun gunung dan berdandan rapih resmi bersepatu,
menenteng alkitab ditangan (beda dengan di jakarta yang sekarang cenderung pergi ke gereja
sama ke mall dandanan sama aja) menuju gereja yang letaknya di tepi pantai,
mereka pada rajin2 dan malah yang tidak ke gereja harus ngumpat didalam rumah
karena gak enak dilihat sama orang lain kalau dirinya tidak beribadah minggu.
Kenapa saya bilang masalah diatas, yaitu karena hari ini adalah hari Minggu, Hari minggu adalah hari sabat, jadi semua kegiatan kerja tidak
boleh dilakukan, termasuk tidak ada ojek perahu termasuk ojek perahu dari Titawai ke Saparua..
Hadeeewww gimana ini.. tanpa putus asa akhirnya coba punya coba, cari sana sini orang yang bisa
di charter body (perahu) untuk ke saparua, dengan catatan yang beragama
selain Kristen.. Agama Advent ada sebagian disana (hari sabat mereka adalah
sabtu) jadi kami mencari keluarga advent yang punya body untuk dicharter
mengantar kami ke saparua, beruntung akhirnya setelah nego harga mereka mau
mengantar kami ber 5 untuk ke saparua, Thanks God.
Akhirnya setelah selesai gereja
kami siap2 mau berangkat ke saparua, setelah pamitan dengan sanak keluarga
di desa itu berangkatlah kami dari Titawai ke saparua dengan tujuan benteng
deurstede (bener apa ga ya tulisannya) dari sini rencana langsung lanjut ke
Seram. Perjalanan menuju saparua melalui laut dengan ojek perahu ternyata gak
semudah perjalanan keliling pulau di kepulauan seribu, ombaknya sangat besar
dengan perahu yang sangat kecil :D (namanya juga perahu nelayan) yang mana kita
harus melewati tanjung Ou Ulate.. tau gak lagu tanjung ou ulate, tanjung si
barani.. yang menurut sepupuku kalau perahu terbalik di tanjung itu mati sudah,
jangan harap bisa hidup, karena disana ada kepala arus (pusaran arus tempat bertemunya ombak).. heeehhh?/...
(Dikasih taunya pas udah sampai di saparua)
Karena saat kita melewati tanjung ou, ombak begitu besar mengempas kami kekiri kekanan sempat kami ketakutan dan
berdoa (Awalnya kami gak tau kalau itu tanjung ou) dan karena perahu terhempas
kekanan dan kekiri maka tempat penyimpanan bahan bakar dalam jerigen yang ada
didalam perahu terbalik dan membuat perahu tidak seimbang karena berat dan
penuh isinya, sempat membuat kami teriak ”Yesus Tolong”, sambil salah satu pengemudi
ojek tersebut melepas kendali motor perahu untuk membenarkan kembali jerigen
tersebut.. Puji Tuhan Kami akhirnya selamat sampai di Saparua dan diceritakan
tentang tanjung ou sibarani itu sama saudara sepupu.. oalaaahhhh....
Saparua adalah pulau besar dekat
nusa laut, kalau dulu orang2 nusa laut bersekolah SMP dan SMA di saparua, jadi
kebayang gak sih sekolah harus naek ojek
perahu melewati si tanjung itu iiiiihhh..kapok oee hahaha.
Tiba di saparua
setelah keliling benteng besar itu masalah lain timbul, karena baik itu Nusa
Laut ataupun Saparua, Hari minggu adalah hari sabat untuk semua masyarakat..
jadi Ferry tidak ada hikss, sebuah perjuangan menuju Pulau Seram, akhirnya kami
memutuskan untuk mencoba charter lagi perahu, kalau terlalu mahal terpaksa kami
harus menginap di Saparua. Beruntung akhirnya kami menemukan perahu yang bisa
mengangkut kami ke seram, namun perahu ini lebih besar dan lebih nyaman dari perahu sebelumnya jadi kami gak takut lagi :),
namun di seram kami tidak berlabuh di Waipirit tempat biasa kapal ferry
berlabuh melainkan di ujung lain yang masih 40 km lagi ke desa Waisarisa tempat
tujuan kami di Seram.. (Haiyaaaa) saat itu kak Sias, saudara sepupu ku bisa
lupa ingatan kalau seram habis dilanda Banjir besar yang merusak hampir seluruh
infra struktur jalan yang ada, nah loh 40 km lagi gimana cara kita mencapai
Waisarisa #tepokjidat lagi, Mau charer mobil mahal selangit dan lagi mobil
masih belum bisa melintasi sebagian jalan yang rusak, lebih aman sih naik
Ojek.. Hah?? 40 KM naik ojek, suami bule gw udah mau ngomel2 aja, What a day,
but apa mau dikata kami sewa 5 Ojek untuk menuju ke Desa Waisarisa, dengan 1.5
jam perjalanan tanpa macet dan sempat turun dari motor beberapa kali karena gak berani melewati papan yang
dibuat masyarakat karena jalan terputus akibat banjir. Puji Tuhan akhirnya sampai
juga di desa Waisarisa dengan selamat. Sesampainya di Waisarisa Signal HP
mulai nyala lagi (masih hanya GSM) aku telepon menanyakan keadaan mami di
Ambon, tuh kan untung aku telepon mami karena beliau kesulitan mencari makan di
daerah hotel tersebut dan pegawai hotel semua pada libur gak ada breakfaast malah gerbangnya ditutup, karena hari itu
tepat hari raya Idul Fitri, akhirnya aku minta tolong lagi sama saudaraku di
Ambon untuk menjemput mami pidah hotel Ke Amaris Hotel di daerah diponegoro
Ambon sesuai dengan saran si sopir dan saudara sepupu ku, baru aku mengerti
kenapa mereka menyarankan untuk pindah, bukan karena issue sara
(suku,agama,ras) melainkan jatuh pada bulan puasa dan Idul Fitri akan susah
buat kita yang tidak berpuasa untuk mencari makanan di daerah tersebut
sementara di Hotel Amaris, room servisenya buka terus dan dilobby hotel
tersebut ada restauran KFC, nah itu sudah. Next time kita ke Amaris aja :D gak
mahal2 amat juga sih ratenya. Malam itu
kami istiraha karena besok sore kami akan kembali ke Ambon


 |
Ini dia Ojek Perahu kami dari Nusa Laut ke Saparua |
 |
Supir Ojek |
 |
Awalnya gak ngerti kenapa kita dikasih terpal ternyata supaya gak kebasahan |
 |
Ini dia Perahu dari Saparua ke Seram |
 |
Lumayan kita bisa duduk nyantai |
 |
Di Ojek 40 Km ke tujuan |
 |
Jalan yang terputus akibat banjir |
 |
sampai di rumah keluarga di Waisarisa |
No comments:
Post a Comment